MAKALAH
PENYAKIT INFEKSI TROPIS (MORBILI)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Semester III Tingkat II
Disusun Oleh:
1.
Rika
Indratik
AKADEMI KEPERAWATAN PRAGOLOPATI PATI
TAHUN AJARAN 2015-2016
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Morbili adalah penyakit virus akut, menular, yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalensi.
(Ngastiyah.2007)
Morbili adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh
virus.
(Widoyono.2008)
Morbili adalah organisme yang sangat menular
ditularkan melalui rute
udara dari seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan
terhadap infeksi.
(Smeltzer.2008)
Morbili
adalah penyakit anak menular yang ditandai dengan gejala–gejala utama ringan
seperti demam serta nyeri limpa nadi.
(Nelson.2007)
B. Klasifikasi
1.
Stadium Kataral (prodormal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 3-5 hari dengan
gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul timbul bercak Koplik. Bercak
Koplik berwarna putih keabu-abuan, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada
mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari
ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara
klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza.
2.
Stadium Erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi
adalah batuk. Timbul eritema (bintik-bintik merah) dipalatum durum dan
palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau
eritema disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul dibelakang
telinga, dibagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa
gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar kedada dan abdomen dan
akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
3.
Stadium konvalesensi
Eritema berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak di Indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik (kulit yang kering). Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal
kecuali bila ada komplikasi. Pada stadium ini juga anak mengalami perubahan
psikologis yang merasa ingin menyendiri akibat mengetahui penyakitnya yang
menular serta ditempatkan pada ruang isolasi.
(Sakinah.2010)
C.
Etiologi
Adanya virus yang tergolong kedalam famili
paramyxovirus yaitu genus virus morbili. virus morbili yang terdapat dalam
sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul
bercak-bercak. Cara penularan campak adalah dengan
droplet dan kontak langsung dengan penderita. penularan penyakit campak
berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet)
yang terhisap lewat hidung atau mulut. Penularan tersebut
terjadi antara anak yang menderita campak kepada anak yang sehat. Anak yang
menderita campak biasanya ditempatkan di ruang isolasi untuk mencegah
terjadinya penularan antar anak yang tidak menderita campak dengan anak yang
menderita campak.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan
kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui
plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan
mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita
menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan
mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III
maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau
seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal
sebelum usia 1 tahun.
(Sakinah.2010)
D.
Tanda dan Gejala
1.
Stadium
Kataral
a.
Biasanya
stadium ini berlangsung selama 3 – 5 hari disertai demam,
lesu, batuk, konjungtivitis (peradangan pada konjungtiva), dan fotofobia
(mata sensitif terhadap cahaya).
b.
Menjelang
akhir stadium ini 24 jam sebelum timbulnya eritema (titik
merah) timbulnya bercak koplik (terdapat pada langit-langit mulut berupa
titik-titik putih keabu-abuan).
2. Stadium erupsi
a.
Batuk-batuk
bertambah (akibat adanya infeksi paramyxovirus di saluran pernafasan).
b.
Timbul
eritema (titik merah) di palatum durummole (atap rongga mulut yang keras
dan lunak)
c.
Eritema
(titik merah) meningkat
d.
Suhu tinggi
40-40,5°C (akibat adanya tanda-tanda infeksi oleh paramyxovirus)
e.
Rasa gatal
(akibat adannya lesi)
f.
Diare (Akibat
paramyxovirus yang menginfeksi organ usus pada sistem pencernaan)
3. Stadium konvalensi
a.
Terjadinya
perubahan psikologi (rasa ingin menyendiri) akibat adanya penyakit campak yang
menular.
b.
Suhu tubuh
menurun bila tidak ada infeksi.
(Hartanto.2009)
E.
Patofisiologi
Morbili merupakan infeksi umum dengan lesi patologis yang khas. Pada
stadium prodromal terdapat hiperplasi jaringan limfoid pada tonsil, adenoid,
kelenjar limfe dan apendiks. Virus morbili dapat disebarkan oleh droplet atau
kontak langsung dengan penderita. Biasanya stadium kataral berlangsung selama
4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, dan konjungtivitis.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul eritema, timbul
bercak Koplik yang patogmonorik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai.
Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh
eritema.
Sebagai reaksi terhadap virus maka
terjadi eksudat (sel yang rusak) dan proliferasi sel mononukleus dan terjadi
peningkatan pada beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini
terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus, saluran cerna dan
konjungtiva.
Pada konjungtiva, virus morbili akan
menghasilkan eksudat di sekitar pembuluh kapiler sehingga timbul peradangan
pada konjungtiva atau disebut konjungtivitis. Bila sudah terjadi peradangan
maka mata akan terasa sensitif terhadap cahaya.
Pada stadium erupsi terjadinya
eritema disertai meningkatnya suhu badan, rasa gatal. Ruam mencapai anggota
bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya dan
diare. Poliferase sel endotel kapiler mengakibatkan eksudasi serum yang
kemudian akan timbul lesi.
Pada stadium konvalensi terjadi
perubahan psikologis (rasa ingin menyendiri), yang kemudian klien tidak mau
bermain dengan temannya sehingga terjadi gangguan interaksi sosial pada anak.
(Rampengan.2007)
F.
Patway
G.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu
tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel
dari penderita, dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), untuk
menentukan diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit. Pada anak
yang menderita biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa:
a.
Pemeriksaan
laboratorium dengan sampel darah adalah pemeriksaan dengan mengambil darah
klien pada pembuluh vena untuk mengetahui status penyakit yang diderita oleh
klien. Pada pemeriksaan darah terdapat peningkatan leukosit (jika terjadi
infeksi dengan leukosit lebih dari batas normal) atau penurunan leukosit
(leukosit kurang dari batas normal), eritrosit normal, HB normal dan Albumin
normal yang terdiri dari:
d.
Penilaian apgar
harus segera di lakukan 1 menit begitu bayi lahir dan diulang tiap interval 5
menit sampai di peroleh nilai apgar yang merujuk pada kondisi bayi normal. Jika
setelah beberapa kali penilaian, nilai apgar tetap rendah (antara 0-3) maka
besar kemungkinan hal ini mengindikasi resiko tinggi terjadinya kematian atau
penyakit. Bayi yang lahir normal biasanya dapat di lihat dari nilai apgar pada
menit pertama dan lima menit kemudian. Penilaian apgar pertama menunjukan
toleransi bayi terhadap proses kelahirannya. Sedangkan penilaian apgar 5 menit
menunjukan toleransi bayi terhadap lingkungan.
e.
Hubungan apgar
scor dengan campak
Anak menderita campak bisa terjadi
karena saat hamil ibu menderita campak atau lahir dengan berat badan yang
rendah, lahir dengan nilai apgar scor yang tidak normal. Biasanya memiliki
nilai A: 2, P: 2, G:2, A: 2, R: 1 dengan R yang sedikit tidak normal dimana
pernafasan tidak teratur hal ini terjadi karena ibu terkena campak ketika
hamil. Dimana paramyxovirus menginfeksi saluran pernafasan ibu dan ikut aliran
darah kemudian ke plasenta dimana plasenta adalah sumber kehidupan bayi ketika
dalam kandungan kemudian paramyxovirus menyerang sistem pernafasan pada bayi
yang menyebabkan pernafasan bayi ketika lahir tidak teratur. Sehingga bayi yang
lahir rentan terhadap penyakit campak akibat adanya paramyxovirus yang dibawa
oleh ibunya sejak mengandung.
(Ngastiyah.2007)
H.
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
Medis
a. Pengobatan
simptomatik dengan antipiretika bila suhu tinggi (paracetamol 120 mg/5 ml
dengan dosis anak usia 8-12 tahun 2-3 sendok makan 3x1, anak usia 1-7 tahun 1-2
sendok makan 3x1 dan anak usia kurang 1 tahun 1 sendok makan 3x1), dan obat
batuk (ambroxol tablet 30 mg dan ambroxol sirup 5 ml mengandung 15 mg dengan
dosis anak usia 1-2 tahun setengah sendok teh 2x1, anak usia 3-5 tahun setengah
sendok teh 3x1, dan anak usia lebih dari 5 tahun 1 sendok teh sirup 3x1).
b. Pemberian
obat antibiotika (amoxcilin 500 mg dengan dosis anak usia kurang 3 bulan 20-30
mg/kg/hari setiap 12 jam dan anak usia lebih dari 3 bulan 20-50 mg/kg/hari
setiap 8-12 jam) diberikan ketika terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder
(seperti pneumonia dan otitis media)
2.
Penatalaksanaan
Keperawatan
a.
Penkes kepada orangtua anak mengenai
makanan yang baik dikonsumsi untuk anak, contoh makanan yang baik dikonsumsi
oleh anak adalah 4 sehat 5 sempurna dimana terdiri dari makanan yang tinggi
protein (protein nabati: tempe, tahu dan protein hewani: susu, daging, ikan), vitamin
(buah, sayur), berkalori dan mengandung serat, dan berkalsium (susu),
berkarbohidrat (nasi, gandum, ketela).
b.
Mengukur suhu tubuh klien dengan
menggunakan termometer setiap 3 jam sekali untuk mengetahui kondisi klien (terjadi
perubahan atau tidak terhadap suhu tubuh klien).
c.
Memberikan kompres hangat pada klien
untuk membantu menurunkan suhu tubuh klien.
d.
Mengkaji daerah yang gatal (yang
terdapat lesi).
e.
Penkes kepada orantua si anak jika
suhu tubuh anak turun untuk mengurangi rasa gatal dapat dimandikan dengan air
hangat untuk membantu membersihkan tubuh anak dari bakteri yang menempel pada
tubuh anak.
f.
Penkes kepada orang tua mengenai
cara memberikan minum kepada anak yang baik (Dudukkan anak pada waktu minum
atau dipangku untuk mencegah anak agar tidak tersedak ketika minum).
g.
Penkes pemberian gizi yang baik bagi
anak agar mereka tidak mendapat infeksi dan tidak akan mudah timbul komplikasi
yang berat, lingkungan tempat tinggal yang harus baik (kondusif) terhindar dari
polusi, penyakit menular, kotor atau kumuh.
3.
Pencegahan
a.
Melakukan vaksinasi campak (vaksin
pertama umur 9 bulan dan vaksin kedua umur 6 tahun) yang diberikan dengan cara
sub cutan, tujuannya agar imunitas anak dapat terbangun lebih kuat untuk
menghancurkan serangan paramyxovirus. Sebagai catatan sekali saja anak terkena
virus tersebut dipastikan seterusnya anak tidak akan terkena kembali virus
campak.
b.
Istirahat yang cukup dan konsumsi
makanan bergizi, tujuannya agar kondisi tubuh anak tetap sehat. Kondisi tubuh sehat
jelas akan mudah menghalang serangan virus campak yang masuk ke dalam tubuh
anak.
c.
Rutin – rutinlah memeriksakan anak kedokter
untuk memastikan kondisi anak dalam keadaan sehat, karena tidak semua penyakit
campak menunjukan bentuk fisiknya secara nyata
d.
Mengenakan masker ketika bepergian
jauh atau beraktifitas diluar ruangan, ini penting dilakukan karena virus campak menyebar melalui
udara yang dihirup oleh anak, ketika sudah terhirup dan virus tersebut tidak
dapat dibunuh oleh imun (sistem kekebalan tubuh) anak maka kemungkinan besar
anak tersebut akan segera terjangkiti penyait campak.
e.
Konsumsi vitamin penambah daya tahan
tubuh agar imun dan kondisi tubuh tetap stabil dalam menjaga kesehatan anak.
f.
Cara merawat tubuh anak ketika
terkena campak:
1.
Dahulu orang tua takut memandikan
anaknya bila terkena campak. Namun hal ini tidak benar. Anak penderita campak
tetap boleh dimandikan. Karena kelainan kulit pada penyakit campak tidak
mengalami infeksi, maka tidak perlu memandikannya dengan cairan anti septik
khusus. Basuhlah tubuh anak dengan air hangat agar tubuhnya tetap bersih.
Setelah selesai mandi tubuh di taburkan bedak salisil atau bedak anti gatal
lainnya.
2.
Setelah beberapa hari bintik-bintik
merah akan menyembuh. Bekasnya akan menjadi kehitaman dan kadang bersisik
(kulit kering). tapi tidak perlu khawatir. Oleskan saja lotion atou krim
pelembap pada kulit setiap habis mandi. Lakukan terus menerus hingga kulit tidak bersisik (tidak kering) lagi.
(Ngastiyah.2007)
I.
Komplikasi
1.
Pneumoni
Karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi
sekunder. Bakteri yang menimbulkan pneumoni pada morbili adalah streptokok,
pneumokok, stafilokok, hemofilus influensae dan kadang-kadang dapat disebabkan
oleh pseudomonas dan klebsiela.
2.
Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi
virus yang laten, atau ensefalomielitis (suatu
peradangan pada otak yang juga disebabkan oleh virus).
3.
Otitis media
merupakan salah satu komplikasi paling sering. Biasa terjadi akibat invasi
virus ke dalam telinga tengah (tuba eustachii). Bila disertai infeksi, dapat
terjadi otitis media purulenta (infeksi yang terjadi pada telinga bagian
tengah sebelah dalam gendang telinga).
4.
Mastoiditis
merupakan komplikasi dari otitis media (infeksi tulang mastoid
tengkorak. Mastoid ini terletak tepat di belakang telinga). Dengan
pemberian antibiotik, komplikasi dapat dicegah.
(Rampengan.2007)
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
- Pengkajian
1.
Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor register,
tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis.
2.
Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili
yaitu demam terus-menerus T berlangsung 2 – 4 hari.
3.
Riwayat penyakit saat ini
a. Anamnesa
adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan,
mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit.
b.
Adanya nafsu
makan menurun, lemah, lesu.
4.
Riwayat penyakit dahulu
a.
Anamnesa pada pengkajian mengenai
riwayat kehamilan dan kelahiran.
b.
Anamnesa riwayat penyakit yang
pernah diderita pada masa lalu, riwayat imunisasi campak.
c.
Anamnesa riwayat kontak dengan orang
yang terinfeksi campak.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Dapatkan
data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien beresiko
terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial.
6.
Pemeriksaan fisik
a.
Mata: terdapat konjungtivitis,
fotophobia
b.
Kepala: (nyeri kepala)
c.
Hidung: Banyak terdapat secret,
influenza, perdarahan hidung ( pada stad eripsi ).
d.
Mulut dan bibir : Mukosa bibir
kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
e.
Kulit : Permukaan kulit ( kering ),
turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,muka, lengan dan, evitema,
panas (demam).
f.
Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk,
sesak nafas, wheezing, rhonci, sputum.
g.
Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir,
Tumbuh kembang R/ imunisasi.
7.
Pengkajian Pola fungsional
a.
Pola nutrisi (anak mengalami
anoreksia sehingga nutrisi dalam tubuh anak berkurang).
b.
Pola eliminasi (anak mengalami diare
akibat paramyxovirus menginfeksi organ usus yang mengakibatkan iritasi pada
mukosa usus sehingga sistem pencernaan menjadi abnormal)
c.
Pola tidur dan istirahat (anak tidak
dapat tidur karena terdapat rasa gatal pada kulit akibat adanya eritema dan
bercak koplik, bahkan lesi)
d.
Pola aktivitas (anak mengalami
gangguan aktivitas karena demam dan malaise).
(Smetzler.2008)
- Diagnosa
1.
Jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
Gangguaan
kebutuhan cairan elektrolit berhubungan dengan intake output cairan yang
meningkat
3.
Gangguan
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya agen infeksius.
4.
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan atau absorpsi nutrien yang diperlukan.
5.
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan lesi kulit.
6.
Gangguan
pola eliminasi berhubungan dengan saluran pencernaan yang abnormal.
7.
Gangguan
interaksi sosial berhubungan dengan isolasi dari teman sebaya.
8.
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penggarukan pruritus.
(Potter.2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar