Kamis, 01 Desember 2016

askep mioma uteri



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim. Disebut fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid dalam istilah kedokterannya. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Berdasarkan penelitian World health organisation (WHO) penyebab angka kematian ibu karna mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 (1,95 %)  kasus dan tahun 2011 sebanyak 21 (2,04 %) kasus. Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
                                                                          (Depkes RI.2008)
Penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.
Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin.Diagnosis mioma uteri dicurigai bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Sedangkan untuk pemeriksaan untuk mengetahui adanya mioma dapat dilakukan Ultrasonografi, Histeroskopi dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
                                                                (Manuaba.2010,Hal 556)






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding uterus.
   (Wim de Jong.2007)
Mioma uteri merupakan tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri, bulat, keras, berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar terdiri dari otot polos dengan beberapa jaringan ikat
     (Benson.2009)
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun   fibroid.
            (Winkjosastro.2009,Hal 338)
Mioma Uteri adalah tumor jinak pada otot rahim, disertai jaringan ikat sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikat dan otot rahimnya yang dominan.
                (Manuaba.2010,Hal 556)
B.     Klasifikasi
Berdasarkan lapisan uterus mioma uteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Mioma uteri submukosa
Mioma submukosa adalah mioma uteri yang terdapat di lapisan mukosa uterus dan tumbuh ke arah kavum uterus, mioma submukosum ini dapat pula bertangkai dan keluar ke vagina melalui kanalis servikalis yang disebut myomageburt.
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma Submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai  currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina.
2.    Mioma uteri intramural
Mioma intramural adalah mioma uteri yang terdapat di dalam dinding uterus (lapisan miometrium). Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol – benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehinga dapat menimbulkan keluhan miksi. Tidak memberikan gejala klinis yang berarti, kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
3.    Mioma uteri subserosa
Mioma subserosa adalah mioma uteri yang terdapat di lapisan serosa uterus dan tumbuh kearah rongga peritonium, mioma subserosa dapat pula bertangkai yang disebut mioma pedunkularis (peduncullated), dan apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam rongga peritoneum disebut wandering atau parasitic fibroid. Lokasi tumor di subserosa korpus uteri  hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Mioma ini dapat menyebabkan torsi jika pertumbuhannya semakin membesar.
                                                                                         (Nurana.2007)
C.     Etiologi
Penyebab pasti dari mioma pada rahim masih belum diketahui secara jelas. Namun beberapa penelitian mengatakan bahwa mioma muncul dari satu sel ganas yang berada diantara otot polos dalam rahim. Selain itu adanya faktor keturunan sebagai penyebab mioma. Pertumbuhan dari mioma uteri di duga berkaitan dengan hormon estrogen. Mioma menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal dan dapat bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dimana saat itu kadar estrogennya sangat tinggi. Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma namun diketahui bahwa estrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan mioma.
Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.
(Nurana.2007)

D.    Tanda dan Gejala
1.      Perdarahan abnormal (hipermenore, menoragia, metroragia)
a.       Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium.
b.      Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.
c.       Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
d.      Meometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2.      Nyeri
Nyeri ini dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang di sertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3.      Gejala penekanan
Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan retensi urin, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis , pada rektum menyebabkan obstipasi dan tanesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4.      Disfungsi reproduksi
Mioma uteri dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral, juda dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadiatrofi karena kompresi masa tumor.
  (Sofian.2012)


E.     Patofisiologi
Myoma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Myoma terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yangn tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian duktus Muller, tetapi paling sering terjadi pada miometrium. Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak. Unkuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong hingga sebesar bola kaki.
Penyebab terjadinya myoma uteri belum diketahui secara pasti. Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak, maka myoma cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan menonjol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi yang sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah ke dalam myoma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah myoma berasal dari beberapa pembbuluh darah yang masuk dari pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah myoma. Mula-mula terjadi degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke-19 disebuut sebagai “batu rahim”. Pada kehamilan dapat terjadi komplikasi jarang (degenerasi merah). Ini diikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi sarcoma.
Jika myoma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan menorhagia. Jika perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat menyebabkan persisten dari uterus. Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum.
      (Manuaba.2010,Hal 55

F.      Patway


G.    Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), untuk menentukan diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit. Pada anak yang menderita biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa:
a.       Pemeriksaan laboratorium dengan sampel darah adalah pemeriksaan dengan mengambil darah klien pada pembuluh vena untuk mengetahui status penyakit yang diderita oleh klien. Pada pemeriksaan darah terdapat peningkatan leukosit (jika terjadi infeksi dengan leukosit lebih dari batas normal) atau penurunan leukosit (leukosit kurang dari batas normal), eritrosit menurun, HB menurun dan Albumin menurun yang terdiri dari:
1.      Leukosit (sel darah putih)
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh, nilai normal leukosit:
Umur
Nilai normal

Bayi baru lahir
9000-30.000 uI/mm3
>30.000  (leukositas: terjadi infeksi)
<9000 (leukopenia)
Anak/Bayi
9000-12.000 uI/mm3
>12.000 (leukositas: terjadi infeksi)
<9000 (leukopenia)
Dewasa
4000-10.000 uI/mm3
>10.000 (leukositas: terjadi infeksi)
<4000 (leukopenia)

2.      Eritrosit
Eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Umur
Nilai normal
Pria
4,6-6,2 jt/mm3
Wanita
4,2-5,4 jt/mm3

3.      HB
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada darah ditentukan oleh kadar hemoglobin.
Umur
Nilai normal
Wanita
12-16 gr/dL
Pria
14-18 gr/dL
Anak
10-16 gr/dL
Bayi baru lahir
12-24 gr/dL

4.      Albumin
Albumin adalah protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50% protein plasma, ditemukan hampir di setiap jaringan tubuh. Albumin di produksi di hati dan berfungsi untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah sehingga tekanan cairan vaskuler (cairan di dalam pembuluh darah) dapat dipertahankan.
Umur
Nilai normal
Dewasa
3,8-5,1 gr/Dl
Anak
4,0-5,8 gr/dL
Bayi
4,4-5,4 gr/dL
Bayi baru lahir
2,9-5,4 gr/dL

2.      USG
USG itu adalah kepanjangan dari Ultrasonography yang artinya adalah alat yang prinsip dasarnya menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh telinga kita. Dengan alat USG ini sekarang pemeriksaan organ-organ tubuh dapat dilakukan dengan aman (tidak ada Efek radiasi). Manfaat USG pada penderita mioma uteri ini adalah untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis.
3.      Tes Kehamilan
Tes kehamilan adalah sebuah tindakan untuk mencari tahu tentang adanya tanda-tanda hormon yang berasal dari plasenta, pada darah dan pada urine perempuan, sehingga dapat dipastikan adanya proses kehamilan atau tidak (ada kelainan). Pada penderita mioma uteri ini perlu dilakukan tes kehamilan karena untuk mengetahui ada tidaknya  hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan.
4.      Histerokopi
Histerokopi adalah sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam uterus atau rahim dengan menggunakan teleskop kecil (histeroskop). Manfaatnya untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas atau tidak.
                 (Manuaba.2010,Hal 556)



H.    Penatalaksanaan
1.      Penatalaksanaan Pre Operasi
a.       Penatalaksanaan Medis
1.      Radioterapi
Radioterapi adalah adalah salah satu metode pengobatan untuk berbagai jenis kanker, dimana ia menggunakan sinar radiasi untuk membunuh sel-sel kanker. Tujuannya adalah agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radio terapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontraindikasi untuk tindakan operatif.
2.      Tindakan Operasi
a.       Myomectomi
Myomectomi adalah tindakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat tumor jinak. Pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
b.   Hysterectomi
      Pengangkatan uterus yang merupakan tindakan terpilih, hysterektomi dapat dilaksanakan perabdominal atau pervaginal.
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
1.    Melakukan penkes tentang tindakan operatif kepada klien mengenai tahapan persiapan operasi, proses operasi, risiko setelah melakukan operasi.
2.    Mengkaji status nutrisi yang di butuhkan oleh klien
3.    Mengkaji skala nyeri klien
4.    Mengkaji tanda-tanda vital pada klien
5.    Memberikan relaksasi napas dalam pada klien dalam mengurangi rasa nyeri yang diderita klien.
6.    Menganjurkan klien untuk puasa selama 8 jam sebelum dilakukan tindakan operasi.
2.      Penatalaksanaan Post Operasi
a.       Penatalaksanaan Medis
1.      Pemberian obat analgesik (Paracetamol 500 mg) untuk mengurangi rasa nyeri pada klien akibat tindakan operasi (terputusnya kontinuitas jaringan)
2.      Tes laboratorium (tes darah rutin) untuk mengetahui kondisi tubuh pasien setelah dilakukan tindakan pembedahaan (operasi)
3.      Penatalaksanaan diet pada klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada tubuh klien (dengan makanan tinggi protein) setelah dilakukan pembedahan (operasi)
4.      Pemberian obat antibiotik (amoxilin 500 mg) berguna menghambat pertumbuhan bakteri akibat adanya pembedahan yang kontak dengan alat-alat pembedahan
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Melakukan TTV pada klien
2.      Memberikan posisi senyaman mungkin pada klien (posisi semi fowler)
3.      Melakukan perawatan luka pasca operasi
4.      Penkes tentang makanan yang wajib dikonsumsi bagi klien untuk mempermudah penyembuhan luka bekas operasi (makanan tinggi protein)
5.      Melakukan mobilitas pada klien
6.      Melakukan pemantuan kebutuhan nutrisi pada klien setelah dilakukan tindakan pembedahan (operasi)
            (Wiknjosastro.2007)
I.       Komplikasi
  1. Degenerasi ganas
Keganasan umumnya terjadi ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
  1. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis, sehingga terjadi sindrom abdomen akut. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.
  1. Nekrosis dan infeksi
Pada mioma sub mukosum yang terjadi polip, ujungnya kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dialirkan ke vagina. Dalam hal ini kemungkinan terjadi nekrosis dan infeksi sekunder, penderita mengeluh tentang pendarahan yang bersifat menoragia atau metrogania dan leukea.
               (Wiknjosastro.2007)




















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Pengkajian
1.    Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal Masuk Rumah Sakit, diagnosa medis.
2.    Keluhan utama
Nyeri pada lapang perut bawah, nyeri dirasakan sampai pinggang, pasien mengalami perdarahan selama 2 hari.
3.    Riwayat penyakit saat ini
    1. Mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri lapang perut bawah pada klien secara PQRST meliputi :
1.      P (Provoking Incident Nyeri)
Setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2.      Q (Quality of Pain)
Seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3.      R (Region)
Lokasi nyeri di daerah lapang bawah perut penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke pinggang.
4.      S (Severity)
Klien ditanya dengan menggunakan rentang  0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.
5.      T (Time)
Biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama timbulnya umumnya dikeluhkan kurang lebih 15 menit.

4.      Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami nyeri pada lapang dada, hipertensi, diabetes melitus atau hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan dengan obat-obatan.
5.      Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang pernah dialami keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab kematian.
6.      Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungan. Demikian pula dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol dan obat tertentu.
7.    Riwayat Kehamilan
a.       Gravida (jarang atau tidak pernah hamil)
b.      Partus (multipara atau nulipara)
c.       Abortus (apakah terdapat riwayat abortus atau tidak)
d.      Prematur (apakah pernah terjadi persalinan prematur atau tidak)
8.    Riwayat Hormonal
Apakah pasien mengonsumsi obat hormonal atau tidak sehingga ada peningkatan esterogen
9.    Riwayat Menstruasi
Adakah gangguan haid dan usia berapa haid pertama, pernah mengalami:
a.       Dysminore yaitu nyeri yang berhubungan dengan menstruasi dan paling kuat , bersifat kolik atau terus menerus
b.      Metrorhagi yaitu perdarahan pervagina yang berlebih yang tidak teratur dan yang tidak ada hubungannya dengan siklus haid
c.       Menoraghi yaitu pengeluaran darah seperti darah menstruasi yang lebih banyak dari pada saat menstruasi dan terjadi pada siklus mestruasi yang normal
10.         Pemeriksaan fisik terdiri dari TTV, Head to to (dari junung kepala sampai ujung kaki)
Pada pemeriksaan fisik ini yang peling umum dilakukan pemeriksaannya sesuai dengan kondisi tubuh klien tetapi ada hal yang membedakannya dan sering terjadi pada pasien mioma uteri adalah ketika dilakukan pemeriksaan abdomen dimana:
Inspeksi: abdomen normal
Auskultasi: bising usus abnormal
Palpasi: TFU setinggi pusat, teraba masa solid keras, nyeri tekan diabdomen bagian bawah
Perkusi : redup di abdomen kuadran bawah
11.         Fokus Pengkajian
a.    Aktivitas
Gejala:
1.      Kelemahan dan keletihan
2.      Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya: nyeri, ansietas, berkeringat malam
3.      Keterbatasan partisipasi dalam hobi
4.      Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi
b.      Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri pada lapang bawah perut.
Tanda: Perubahan pada TD
c.       Integritas ego
Gejala:
1.      Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (misalnya: merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius atau spiritual)
2.      Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya: alopesia, lesi cacat akibat pembedahan
3.      Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
d.      Eliminasi
Gejala:
Perubahan pada pola defekasi, misalnya: darah pada feses, nyeri pada defekasi, perubahan eliminasi urinarius, mis: nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih
Tanda: Perubahan pada bising usus (bising usus normalnya timbul pada waktu 5 sampai 10 detik), distensi abdomen
e.       Nutrisi (makanan dan cairan)
Gejala:
Kebiasaan diet buruk (misalnya: rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual atau muntah, intoleransi makanan, perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat, kakeksia berkurangnya massa otot
Tanda: Perubahan pada kelembaban atau turgor kulit jelek, edema
f.       Neurosensori
Gejala: pusing
g.      Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), Pemajanan asbes.
h.      Nyeri (ketidaknyamanan)
Gejala: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi misalnya: ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit)

i.        Seksualitas
Gejala: Masalah seksual mis: dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan, nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini, herpes genital
        (Dongoes.2006)
B.  Diagnosa Keperawatan
1.      Pre Operasi
a.       Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan adanya perdarahan pervagina
b.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien terhadap informasi mengenai tindakan operasi
2.      Post Operasi
a.       Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya rasa sesak nafas
b.      Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat adanya tindakan pembedahan
c.       Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan adanya mual dan muntah
d.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terpapar agen infeksius
 (Nanda.2015)









C.  Intervensi Keperawatan
1.      Pre Operasi
a.    Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan adanya perdarahan pervagina
1.    Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Cairan dalam tubuh klien teratasi
b.      Klien tidak dehidrasi kembali
2.    Intevensi
a.       Kaji TTV klien
Rasional: mengetahui adanya perubahan atau tidak pada TTV klien
b.      Kaji pengeluaran darah
Rasional: untuk mengetahui seberapa banyak darah yang keluar
c.       Kaji masukan dan pengeluaran cairan tubuh pada klien
Rasional: untuk mengetahui keseimbangan cairan pada klien
d.      Anjurkan klien untuk banyak minum
Rasional: membantu menjaga kebutuhan cairan dalam tubuh klien agar tetap seimbang
e.       Beri posisi semi fowler pada klien
Rasional: membantu klien dalam beristirahat
f.       Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan parenteral lewat selang infus (ringer laktat 500 mg)
Rasional: untuk membantu dalam penggantian cairan tubuh yang hilang



b.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien terhadap informasi mengenai tindakan operasi
1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien tidak merasa cemas ketika akan dilakukan tindakan operasi
b.      Pengetahuan klien terpenuhi megenai tindakan operasi yang akan dijalaninya
2. Intervensi
a.       Kaji TTV klien
Rasional: untuk mengetahui TTV klien dalam keadaan normal atau tidak
b.      Beri posisi senyaman mungkin (posisi semi fowler)
Rasional: untuk membanttu klien dalam melakukan aktivitas maupun dalam beristirahat
c.       Beri support atau semangat pada klien untuk sembuh
Rasional: menimbulkan rasa percaya diri bahwa penyakit yang di derita dapat sembuh dan untuk mengurangi rasa cemas pada klien
d.      Penkes tentang tindakan operasi yang akan dilakukan pada klien (histerektomy atau miomektomi)
Rasional: untuk memberikan pengetahuan pada klien mengenai tindakan operasi agar klien dapat percaya diri dan tidak cemas
e.       Anjurkan klien untuk istirahat secukupnya
Rasional: menjaga tubuh klien agar tetap stabil
f.       Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutriri yang dibutuhkan oleh klien
Rasioanal: yaitu menjaga asupan nutrisi dalam tubuh klien agar tetap stabil

2.      Post Operasi
a.    Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya rasa sesak nafas
1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien tidak sesak nafas lagi
b.      Kebutuhan oksigen dalam tubuh klien terpenuhi
2. Intervensi
a.       Kaji TTV klien
Rasional: untuk mengetahui TTV klien
b.      Beri posisi senyaman mungkin pada klien (posisi semi fowler)
Rasional: memberikan kenyamanan pada klien dalam beristirahat
c.       Ajarkan klien untuk relaksasi nafas dalam
Rasional: untuk mengurangi rasa sesak nafas pada klien
d.      Penkes pada klien tentang relaksasi nafas dalam ketika mengalami sesak nafas
Rasional: memberikan pengetahuan pada klien mengenai relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa sesak nafas dalam pada klien
e.       Beri oksigen kanul pada klien sebesar 3 liter
Rasional: untuk memenuhi oksigen dalam tubuh klien agar klien tidak sesak nafas lagi
f.       Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi dalam tubuh klien
Rasional: untuk memenuhi asupan nutrisi dalam tubuh klien



b.    Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat adanya tindakan pembedahan
1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Rasa nyeri klien berkurang bahkan dapat hilang
b.      Klien merasa nyaman dalam beristirahat
2. Intervensi
a.       Kaji TTV klien
Rasional: untuk mengetahui TTV klien
b.      Kaji skala nyeri klien
c.       Rasional: untuk mengetahui berapa tingkatan skala nyeri klien
Ajarkan relaksasi nafas dalam
d.      Rasional: untuk mengurangi rasa nyeri klien
Beri posisi senyaman mungkin (posisi semi fowler)
e.       Rasional: untuk memberikan kenyamanan pada klien
Jaga lingkungan klien untuk tidak berisik
f.       Rasional: membantu memberikan ketenangan pada klien
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik (paracetamol 500 mg)
g.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan sesuai dengan yang dibutuhkan klien
Rasional: untuk menjaga status nutrisi dalam tubuh klien
c.    Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan adanya mual dan muntah
1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Kebutuhan nutrisi dalam tubuh klien terpenuhi
b.      Klien tidak tampak lemas maupun pucat


2. Intervensi
a.       Kaji TTV klien
Rasional: untuk mengetahui TTV dalm tubuh klien
b.      Kaji intake input dan output klien
Rasional: untuk mengetahui masukan dan keluaran dalam tubuh klien
c.       Kaji makanan kesukaan klien
Rasional: untuk mengetahui makanan yang disukai klien
d.      Kaji penyebab terjadinya mual dan muntah klien
Rasional: untuk mengetahui penyebab terjadinya mual dan muntah pada klien
e.       Beri makanan sedikit tapi sering
Rasional: untuk membantu memenuhi asupan nutrisi pada klien sedikit demi sedikit dan untuk merangsang nafsu makan klien
f.       Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian vitamin B12
Rasional: untuk merangsang nafsu makan klien dan menjaga nutrisi yang ada dalam tubuh klien
g.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan parenteral (ringer laktat 500 mg) lewat selang infus
Rasional: untuk menjaga asupan kebutuhan cairan dalam tubuh klien
h.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan sesuai dengan status nutrisi yang dibutuhkan oleh klien
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh klien
d.   Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terpapar agen infeksius
1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien tidak terkena infeksi
b.      Luka klien cepat sembuh
2. Intervensi
a.       Kaji TTV klien
Rasional: untuk mengetahui keadaan klien terutama TTV klien
b.      Kaji daerah luka klien
Rasional: untuk mengetahui adanya kemerahan pada sekitar luka atau tidak
c.       Kaji suhu tubuh klien
Rasional: untuk mengetahui adanya peningkatan pada suhu tubuh klien atau tidak
d.      Beri perawatan luka pada klien
Rasional: untuk menjaga kesterilan luka pada klien
e.       Lakukan ganti balut setiap 3 kali sehari
Rasional: untuk menjaga luka klien agar terhindar dari kontak mikroorganisme
f.       Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan tinggi protein
Rasional: untuk membantu penyembuhan luka pada klien
g.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotik
Rasional: untuk membantu menstimulasi sistem imun tubuh untuk melawan mikroorganisme patogen yang ada dalam tubuh klien











Tidak ada komentar:

Posting Komentar